Allah Tidak Mencobai
Allah Tidak Mencobai
Kej. 26:1-5; Yak. 1:12-16
“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah
tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun” (Yak. 1:13).
Setiap umat percaya mengimani bahwa Allah adalah Maha-kuasa yang mengendalikan kehidupan umat manusia dan alam semesta. Sebagai pengendali dan pengatur kehidupan, Allah memiliki kuasa untuk melakukan semua hal yang Dia kehendaki. Kitab Amsal berkata: “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya” (Ams. 16:9). Tiap-tiap orang mampu membuat rencana, tetapi Tuhanlah yang akhirnya menentukan. Pemahaman ini dalam arti tertentu dapat diterima sebagai suatu pengakuan akan kemaha-kuasaan Allah yang mutlak. Sebab Allah adalah pencipta. Tetapi dalam arti tertentu dapat menjadi suatu pemahaman yang berbahaya. Apabila Allah yang menjadi penentu segala-galanya, berarti segala penderitaan, tragedi dan malapetaka terjadi menurut rancangan kehendakNya. Kejahatan keji yang dilakukan oleh Hitler, para teroris dan para penjahat menjadi tanggungjawab Allah. Arti kesaksian kitab Amsal yang menyatakan bahwa hati manusia merencanakan langkah dan Tuhan yang menentukan akan lebih tepat bilamana dipahami dalam konteks hidup beriman. Umat beriman memikirkan apa yang terbaik, tetapi Allah menentukan yang terbaik menurut kehendakNya. Tepatnya kepada umat beriman, Allah selalu memberikan yang terbaik menurut rencana dan kehendakNya. Allah memang maha-kuasa, tetapi Dia telah memberikan kebebasan kehendak bagi manusia untuk menentukan sikap. Manusia bertanggungjawab mengambil pilihan etis-moral. Karena itu kemaha-kuasaan Allah berhubungan erat dengan kuasa kasih dan anugerah keselamatanNya.
Pemahaman teologis mewarnai kehidupan rohani umat sehari-hari. Apabila umat memahami Allah sebagai “maha-kuasa yang mengendalikan segala sesuatu” dan manusia tidak memiliki kehendak bebas, maka dia akan menganggap Allah juga akan melakukan pencobaan. Kegagalan seseorang untuk melakukan firman Tuhan dihayati sebagai suatu kehendak Allah. Demikian pula bilamana seseorang melakukan hal-hal yang buruk dan sulit dilawan akan dianggap sebagai kehendak Allah. Dengan tegas rasul Yakobus berkata: “Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya” (Yak. 1:13-14). Rasul Yakobus menyatakan bahwa pada hakikatnya Allah tidak pernah mencobai siapapun. Yang mencobai Tuhan Yesus di padang gurun bukanlah Allah, tetapi Iblis. Arti “mencobai” (peirazō) menunjuk kepada suatu upaya menjebak dan membuat perangkap agar seseorang mengalami hal yang buruk. Jadi bilamana Allah “mencobai” seseorang berarti Allah dianggap memiliki maksud yang tidak baik (jahat). Padahal Allah pada diriNya adalah kudus dan benar. Lebih tepat Allah disebut “menguji”, bukan mencobai. Karena “menguji” menunjuk suatu proses pelatihan, pembinaan dan pembentukan rohani kepada umat yang dicintaiNya seperti seorang guru menguji kemampuan para muridNya dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kegagalan seseorang melakukan firman Tuhan disebabkan keinginan dan hawa-nafsunya sendiri. Dia telah membuat pilihan etis untuk menolak taat kepada firman Tuhan.
Kuasa kasih dan anugerah Allah terlihat nyata saat keluarga Ishak mengalami kelaparan di tanah Kanaan. Di tengah-tengah kondisi kritis, Allah menyatakan diriNya untuk mengingatkan Ishak agar jangan pergi ke Mesir. Sebab Allah akan memelihara keluarga Ishak. Walaupun Kanaan waktu itu masih dikuasai oleh bangsa Filistin, Allah menjanjikan bahwa keturunan Ishak kelak akan mewarisi negeri tersebut. Tuhan juga akan menjadikan keturunan Ishak seperti bintang di langit sebagaimana pernah dijanjikan kepada Abraham. Yang mana melalui keturunan Ishak, semua bangsa di bumi akan memperoleh berkat. Tujuan penyataan diri Allah agar Ishak tidak ke Mesir, namun tetap tinggal di Kanaan adalah agar janji Allah atas tanah Kanaan terlaksana. Allah akan mewujudkan janjiNya atas keturunan Abraham dan Ishak di tanah Kanaan. Dengan demikian di saat keluarga Ishak mengalami krisis, Allah memberi peneguhan dan berkat. Penyataan diri Allah selalu meneguhkan dan memberkati, bukan untuk mencobai dan mencelakakan. Sebab setiap orang yang sedang mengalami krisis akan cenderung mengikuti keinginan dan rencana-rencana manusiawinya. Jadi Allah berkenan “campur-tangan” agar saat umat menghadapi krisis justru mau berpegang teguh kepada janji dan penyertaanNya. Kelaparan yang menimpa tanah Kanaan bukan sebagai sarana Allah untuk mencobai keluarga Ishak, tetapi melalui peristiwa kelaparan yang terjadi, Allah meneguhkan janji dan berkatNya.
Saat kita mengalami suatu masalah dan krisis, kita sering tidak mampu mengambil keputusan yang tepat. Analisa dan pertimbangan-pertimbangan akal-budi kita saat itu dipenuhi oleh kekuatiran, keraguan dan ketidakpastian. Akibatnya kita sering gagal mengambil keputusan etis yang benar dan berjangka-panjang. Kemudian keputusan etis-moral kita tersebut ditundukkan oleh keinginan dan hawa-nafsu yang menyesatkan. Kita melupakan janji dan firman Tuhan. Itu sebabnya krisis yang kita tangani itu menghasilkan krisis baru yang semakin luas. Keputusan etis kita tersebut tidak menghasilkan solusi, sebaliknya semakin membuka masalah yang lebih kompleks. Kita dicobai oleh keinginan yang dibuahi, sehingga menghasilkan kematian. Rasul Yakobus berkata: “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut” (Yak. 1:15). Dengan demikian, di saat kita menghadapi suatu krisis, kita tidak boleh terhanyut dengan apa yang kita pikirkan dan ingini. Tetapi di saat kritis, kita harus menempatkan janji dan firman Tuhan sebagai landasan keputusan etis kita. Hati kita merencanakan sesuatu, tetapi kita juga harus membuka diri agar Tuhan yang memberi pencerahan dan ketentuan yang terbaik menurut kehendakNya.
Doa:
Allah Bapa, Engkau tidak pernah berdusta. JanjiMu selalu kokoh. Karena itu Engkau tidak pernah mencobai umatMu ke dalam dosa. Tetapi kami sendiri yang membiarkan diri dicobai oleh keinginan dan hawa-nafsu. Karena itu mampukanlah kami di saat kritis, untuk percaya kepada firmanMu. Amin.
(Sumber : Pdt. Yohanes Bambang Mulyono www.yohanesbm.com)